PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN 
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Pendidikan
yang dibina oleh Bapak Prih
Hardinto/Sri Handayani
oleh:
M. Zainul Arifin                      (120431426456)
UNIVERSITAS NEGERI
MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN
EKONOMI
September 2012
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang……………………………………………………….…....1
            Rumusan
Masalah.…………………………………………………..…….1
BAB II Pembahasan
A.   
Esensi Pendidikan dan Pembangunan Serta Titik Temunya…………2
B.     Sumbangan Pendidikan Pada Pembangunan…………….……………4
C.    
Pembangunan
Sistem Pendidikan Nasional..…………….……………6
BAB III Penutup 
            Kesimpulan ………………………………………………….……………9
Daftar Pustaka…………………………………………………….……………..10
BAB I
PENDAHULUAN
A.   
Latar Belakang
Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah
peningkataa kualitas SDM. Oleh sebab itu, pendidikan juga merupakan alur
tengah pembarngunan dari seluruh sektor pembangunan. Terdapat suatu kesan
bahwa persepsi masyarakat umum teatang arti pembangunan lazimnya bersifat menjurus. Pembaugunan sermata-mata
hanya beruang lingkup pembangunan material atau pernbangunan fisik berupa gedung, jembatan, pabrik, dan lain-lain.
Padahal sukses tidaknya pembangunan
fisik itu justru sangat ditentukan oleh keberhasilan di dalam
pembangunan rohaniah/spiritual, yang
secara bulat diartikan pembangunan
manusia, dan
yang terakhir ini menjadi tugas utama pendidikan.
Persepsi yang keliru tentang arti pembangunan,
yang menganggap bahwa pembangunan
itu hanya semata-mata pembangunan material dapat berdampak
menghambat pembangunan sistern pendidikan,
karena pembangunan itu semestinya bersifat komprehensif yaitu mencakup pembangunan
manusia dan lingkungannya.
B.    
Rumusan Masalah
1.      Apa
esensi pendidikan dan pembangunan serta titik temu antara keduanya?
2.      Apa
saja sumbangan pendidikan pada pembangunan?
3.      Bagaimana
pembangunan Sistem Pendidikan Nasional?
4.       
BAB II
PEMBAHASAN
A.   
Esensi Pendidikan dan Pembangunan Serta Titik Temunya
Menurut paham umum kata "pembangunan" lazimnya
diasosiasikan dengan pembangunan ekonomi dan
industri yang selanjutnya diasosiasikan
dengan dibangunnya pabrik-pabrik, jalanan, jembatan sampai kepada pelabuhan, alat-alat transporasi,
komunikasi, dan sejenisnya. Sedangkan
hal yang mengenai sumber daya
manusia tidak secara langsung terlihat
sebagai sasaran pembicaraan. Padahal banyak bukti yang dialami oleh banyak negara menunjukkan bahwa
kemajuan di bidang ekonorni dan
industri yang ditandai oleh kenaikan GNP, lalu kenaikan volume ekspor dan impor
sebagai indikatornya, ternyata tidak otomatis
rnembawa kesejahteraan masyarakatnya. Kondisi demikian justru menimbulkan gejala penyerta yang
negatif, antara lain: kegoncangan
sosial politik, karena kesengsaraan masyarakat, seperti dialami oleh
Negara Pakistan akhir-akhir ini; meningkatnya angka pengangguran dan kemelaratan
seperti dialami oleh
Negara Malaysia.
Gambaran di atas
menunjukkan bahwa pembangunan dalam arti yang terbatas pada bidang
ekonomi dan industri saja belumlah
menggambarkan esensi
yang sebenarnya dari pembangunan,
jika kegiatan-kegiatan tersebut belum dapat rnengatasi masalah yang hakiki yaitu terpenuhinya hajat hidup dari rakyat banyak material
dan spiritual. Bukankah
kenyataan
menunjukkan bahwa banyak orang yang secara
material cukup mampu, tetapi secara spiritual menanggung banyak masalah.
Di sini terlihat, bahwa esensi pembangunan bertumpu dari
manusianya, bukan pada
lingkungannya
seperti perkembangan ekonomi sebagaimana
telah dikemukakan. Pembangunan berorientasi pada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan
kodratnya sebagai manusia.
Pembangunan yang demikian dikatakan bertumpu
dan bertolak pada manusia karena hanya pembangunan yang terarah kepada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai
dengan kodratnya
sebagai manusia yang dapat meningkatkan martabatnya
sebagai manusia.
Peningkatan martabat manusia selaku manusia yang
menjadi tujuan final dari pernbangunan.
Seperti yang
dinyatakan dalam GBHN, hakikat pembangunan nasional
adalah pemhangunan manusia
Indonesia. Pernyataan tersebut dapat
diartikan bahwa yang menjadi tujuan akhir pembangunan adalah manusianya,
yaitu dapat dipenuhnya  hajat hidup,
jasmani dan rohani. sebagai
makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk religius agar dengan demikian dapat
rneningkatkan martabatnya selaku
makhluk.
Jika pembangunan bertolak
dari sifat hakikat manusia,
berorientasi
kepada pemenuhan
hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia maka dalam ruang gerak pembangunan,
manusia dapat dipandang sebagai "objek" dan sekaligus
juga sebagai "subjek" pembangunan.
Sebagai objek pembangunan manusia dipandang sebagai sasaran yang dibangun. Dalam hal ini pembangunan melipui ikhtiar
ke dalam diri manusia, berupa pembinaan pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani
yang meliputi kemampuan penalaran, sikap diri,
sikap sosial, dan sikap
terhadap lingkungannya,
tekad hidup yang positif,
serta keterampilan kerja. lkhtiar ini disebut pendidikan.
Manusia sebagai
sasaran pembangunan (pendidikan), wujudnya diubah dari keadaan yang masih
bersifat “potensial” ke keadaan “aktual”. Potensi-potensi kebaikan yang perlu
dikembangkan aktualisasinya seperti kemampuan berusaha, kemampuan bekerjasama,
rasa bebas yang bertanggung jawab, dan seterusnya.
Jika seandainya
manusia dapat hidup hanya dengan bekal naluri maka tidak ada bedanya manusia
dengan hewan. Justru adanya “nurani” menjadi kriterium pembeda yang principal
antara manusia dengan hewan. Disini jelas bahwa peranan pendidikan memungkinkan
berubahnya potensi manusia menjadi aksidensi dari naluri menjadi nurani,
sehingga manusia menjadi sumber daya atau modal utama pembangunan yang
manusiawi.
Manusia dipandang sebagai "subjek"
pembangunan karena ia
dengan segenap kemampuannya menggarap
lingkungannya secara dinamis dan kreatif, balk terhadap sarana
lingkungan alam maupun lingkungan sosial/spiritual.
Perekayasaan terhadap lingkungan
ini lazim disebut
pembangunan.
Jika pendidikan dan pembangunan
dilihat sebagai
suatu garis proses,
maka keduanya merupakan suatu garis yang terletak kontinu yang saling
mengisi. Proses pendidikan pada satu garis menempatkan manusia sebagai
titik awal, karena pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas untuk
pembangunan, vaitu pembangunan yang
dapat memenuhi hajat hidup masyarakat luas serta mengangkat martabat manusia sebagai
makhluk. Bahwa
hasil pendidikan itu menunjang pembangunan, juga dapat
dilihat korelasinva
dengan peningkatan
kondisi sosial ekonomi peserta didik yang mcngalami pendidikan.
Jadi pendidikan
mengarah ke dalam diri manusia, sedang pembangunan mengarah ke luar yaitu ke
lingkungan sekitar manusia. Uraian di atas menunjukkan “status” pendidikan dan
pembangunan masing-masing dalam esensi pembangunan serta antar keduanya. 
1.     
Pendidikan merupakan usaha ke
dalam diri manusia sedangkan pembangunan merupakan usaha ke luar dari diri
manusia. 
2.     
Pendidikan menghasilkan sumber
daya tenaga yang menunjang pembangunan dan hasil pembangunan dapat menunjang pendidikan
(pembinaan, penyediaan sarana, dan seterusnya). 
B.     Sumbangan Pendidikan Pada Pembangunan
Pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan
cara yang tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai
kedewasaanya. Pendidikan sebagai upaya
yang bulat dan
menyeluruh hasilnya tidak
segera dapat dilihat. Ada jarak penantian yang cukup panjang antara dimulainya proses
usaha dengan tercapainya hasil.
Namun demikian jika ditilik secara saksama tidaklah
dapat dipungkiri bahwa andil yang diberikan oleh pendidikan pada
pembangunan sungguh-sungguh
sangat besar. Jika pembangunan dipandang sebagai sistem makro
maka pendidikan merupakan sebuah komponen atau bagian
dari pembangunan.
Sumbangan
pendidikan terhadap pembangunan dapat dilhat
pada beberapa
segi yaitu:
1. Segi Sasaran Pendidikan.
Pendidikan
adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar
menjadi manusia
yang berkepribadian kuat dan utuh serta
bermoral tinggi. Jadi tujuan citra manusia pendidikan
adalah terwujudnya citra
manusia yang dapat menjadi sumber daya pembangunan yang
manusiawi.
Pendidikan memandang bahwa anak didik memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a.      
individualitas
b.     
sosialitas
c.      
moralitas
d.     
unisitas
Apabila terjadi pengingkaran satu saja dari keempat komponen tesebut, maka
pendidikan akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaanya. Melihat hal tersebut
maka pancasila diangkat oleh bangsa Indonesia sebagai dasar  pendidikan. Hal ini berarti pancasila itu
akan mendasari dan menjiwai semua komponen-komponen dan aktivitas-aktivitas pendidik
di Indonesia secara keseluruhan.
2. Segi Lingkungan
Pendidikan
Klasifikasi ini menunjukkan peran pendidikan dalam
berbagai lingkungan atau sistem. Lingkungan keluarga
(pendidikan informal), lingkungan sekolah (pendidikan formal), lingkungan masyarakat (pendidikan nonformal), ataupun dalam sistem pendidikan
pra-jabatan dan dalam jabatan.
a.      
Lingkungan Keluarga (informal)
Pendidikan informal
yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman pribadi sehari-hari
dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan  ini berlangsung dalam keluarga. Orang tua secara
langsung memikul tugas sebagai pendidik, baik bersifat sebagai pemelihara,
pengasuh, pembimbing, pembina maupun sebagai guru dan pemimpin terhadap
anak-anaknya. Pendidikan informal ini tetap memberikan pengaruh kuat terhadap
pembentukan pribadi seseorang. Dalam lingkungan keluarga anak dilatih berbagai
hal yang berhubungan dengan kecekatan, kesopanan dan moral. Jelaslah bahwa
keluarga itu merupakan institusi pertama di mana kepribadian sifat-sifat anak
bertumbuh dan terbentuk. 
b.     
Lingkungan Sekolah  (formal)
Pendidikan formal
yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan mengikuti
syarat-syarat tertentu secara ketat. Maka disamping keluarga, sekolah pun mempunyai
fungsi sebagai pusat pendidikan untuk membentuk kepribadian dan jiwa anak.
Dengan sekolah pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang
sesuai bidang dan bakat anak didik yang berguna bagi dirinya, orang lain, nusa
dan bangsanya. Semakin jelas bahwa fungsi sekolah sebagai alam pendididikan
kedua setelah keluarga.
c.      
Lingkungan Masyarakat (non formal)
Pendidikan formal
yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan mengikuti
syarat-syarat tertentu secara ketat. Di lingkungan masyarakat peseta didik
memperoleh bekal praktis untuk berbagai jenis pekerjaan, khususnya bagi mereka
yang tidak sempat melanjutkan belajarnya melalui jalur formal. Sistem
pendidikan non formal mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini berkaitan
erat dengan semakin berkembangnya sektor swasta yang yang menunjang
pembangunan. Di sisi lain mempunyai arti memiliki nilai positif karena
dapat  mengkompensasikan keterbatasan
lapangan kerja formal di lembaga-lembaga pemerintah.
3. Segi Jenjang Pendidikan 
            Jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah (SM) dan pendidikan tinggi (PT) memberikan bekal kepada
para peserta didik secara bersinambungan. Pendidikan dasar merupakan basic education yang memeberikan bekal
dasar bagi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Artinya pendidikan tinggi
berkualitas, dicapai jika pendidikan menengahnya berkualitas dan pendidikan menengahnya
berkualias.jika pendidikan dasar berkualitas juga.
            Dengan basic education pada pendidikan dasar juga diartikan bahwa pendidikan
dasar memberikan bekala dasar kepada warga negara yang tidak sempat melanjutkan
pendidikan untuk dapa melibatkan diri ke dalam gerak pembangunan.
Pendidikan pada tingkat menengah memberikan dua macam bekal yaitu membekali
peserta didik yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi (SMA) dan bekal kerja
bagi peserta didik yang tidak melanjutkan sekolah sedangkan pendidikan tinggi
(PT) memberikan kerja keahlian menurut bidang tertentu.
4. Segi Pembidangan Kerja dan Sektor Kehidupan
            Pembidangan
kerja menurut sektor kehidupan antara lain meliputi bidang ekonomi, hukum, sosial, politik, kuangan,
perhubungan dan komunikasi, pertanian, pertambangan dan pertahanan dan lain
lain. Pembangunan sektor kehidupan dapat diarikan sebagai aktivitas, pembinaan,
pengembangan dan pengisian bidang-bidang kerja tersebut agar dapat memenuhi hidup warga negara sehingga tetap jaya dalam kehidupan antara
bangsa-bangsa di dunia.
            Uraian
tentang sumbangan pendidikan pada pembangunan seperti dikemukakan di atas dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a.      
Pada langkah
pertama, pendidikan menyiapkan manusia sebagai sumber daya pembangunan kemudian manusia
tersebut mendapat tugas untuk membangun lingkungannya.
b.     
Pada instansi terakhir, manusia menjadi kunci kesuksesan pembangunan. Sukses tidaknya
suatu pembangunan sangat tergantng pada manusianya.
c.      
Pendidik memegang
peranan penting karena merekalah yang menciptakan manusia pencipta pembangunan.
C.   
Pembangunan Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan di Indonesia, selalu diperbarui
sesuai dengan perkembangan zaman, jenis masyarakat, dan kebutuhan pembangunan. 
1.      Perlunya
Pembangunan Sistem Pendidik
Setiap
pendidikan selalu berurusan dengan
manusia karena hanya
manusia yang dapat dididik dan harus selalu dididik (dcmikian
menurut Langeveld). Bayi hanya akan menjadi manusia jika melalui pendidikan.
Sedangkan manusia adalah satu-satunya makhluk
yang dikarunia potensi untuk selalu menyempurnakan diri. Suatu hal yang logis jika sistem pendidikan yang menjadi
sarana bagi manusia untuk
mengantarkan dirinya menuju kepada
kesempurnaan itu, juga perlu disempurnakan lagi. Selain itu, pengalaman manusia
yang berkembang merupakan penyebab pentingnya sistem pendidikan sebagai sarana yang menghantar manusia untuk menemukan jawaban atas teka-teki mengenai
dirinya, juga selalu disempurnakan.
Selanjutnya persoalan pendidikan juga dapat
dilihat sebagai persoalan nasional
karena pendidikan
berhubungan dengan
masa depan bangsa. Jika masyarakat
Indonesia (menurut rencana pembangunan) pada Pelita VI  berubah dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, tentunya pola pikir dan perilaku yang dilandasi oleh
situasi dan kondisi agraris harus berubah
ke arah situasi dan kondisi
di mana manusia disibukkan dengan kegiatan
industri.
Kriteria "kualitas manusia"
tentu berubah sesuai dengan tuntutan masyarakat yang berkembang. Misalnya
soal pendidikan
dasar minimal bagi warga negara
berubah dari 6 tahun menjadi 9 tahun.
Penghargaan  masyarakat terhadap
waktu juga berubah, dan
seterusnya.
Untuk dapat menyongsong suasana hidup yang diperlukan itu sistem pendidikan harus herubah. Jika tidak, maka
pendidikan sebagai on agent
of social
change (agen
perubahan sosial) tidak
berfungsi sebagaimana
mestinya. Strukturnya, kurikulumnya, pengelolaannya, tenaga
kependidikannya mau
tidak mau harus disesuaikan dengan tuntutan baru tersebut.
2. Wujud Pembangunan Sistem
Pendidikan
Secara makro, sistem pendidikan meliputi
banyak aspek yang satu sama lain berkaitan erat, yaitu:
a.   
Hubungan
AntarAspek-Aspek
Aspek
filosofis, keilmuan, dan yuridis menjadi landasan bagi butir-butir
yang lain, karena memberikan arah serta mewadahi butir-butir yang
lain. Artinya, struktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain yang lain itu harus mengacu
kepada aspek filosofis, aspek keilmuan, dan aspek
yuridis. Oleh
karena itu, perubahan apa pun yang terjadi pada struktur
pendidikan, kurikulum, dan lain-lain tersebut harus tetap berada di dalam wadah filosofis dan yuridis.
Meskipun aspek filosofis itu menjadi landasan
tetapi tidak,
harus diartikan bahwa setiap terjadi
perubahan filosofis dan yuridis harus diikuti dengan perubahan aspek-aspek yang lain
itu secara total. Contohnya Undang-Undang
Pendidikan No 12 Tahun 1954 diubah menjadi Undang-Undang
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistern Pendidikan Nasional, tetapi struktur pendidikan tetap saja
seperti yang lalu yaitu pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Hal yang sama tetap berlangsung meskipun falsafah pendidikan
zaman penjajahan
berubah sejak mulai kita merdeka dengan falsafah Pancasila.
b.   
Aspek Filosofis Keilmuan
Aspek filosofis berupa penggarapan tujuan
nasional pendidikan. Rumusan tujuan nasional yang
tentunya memberikan peluang
bagi pengembangan
sifat hakikat manusia yang bersifat kodrati yang berani pula bersifat wajar. Bagi kita
pengembangan sifat kodrati manusia itu paralel
dengan jiwa Pancasila. Filsafat Pancasila ini
menggantikan secara total
filsafah
pendidikan penjajah. Penjajah memfungsikan pendidikan
sebagai sarana untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil tetapi bersifat bergantung dan loyal kepada pemerintah.
Iklim pendidikan seperti
itu jelas berbeda dengan sistem pendidikan dari bangsa yang merdeka, yang arah dan tujuannya ialah mewujudkan agar manusia-manusia
yang cakap dan terampil,
bersifat dinamis, kreatif, dan inovatif serta mandiri.
tetapi penuh tenggang rasa.
Segi keilmuan juga memberikan sumbangan penting terhadap sistem pendidikan dalam usaha
mencapai tujuan yang telah
dirumuskan oleh filsafat itu, sistem pendidikan memerlukan tunjangan dari
teori keilmuan.
Jika struktur pendidikan dan
kurikulum diubah dengan maksud agar lebih berdaya guna untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu
ditopang dengan
teori-teori
yang andal. Pendidikan yang sehat
harus merupakan
titik
temu antara "teori" dengan "praktek", demikian kata
J.H. Gunning. Teori tanpa praktek hanya cocok bagi
orang-orang pintar, sedangkan praktek
tanpa teori hanya terdapat pada orang gila. (M.J.
Langeveld 1965:18)
c.      
Aspek
Yuridis atau Perundang Undangan
Undang-Undang Dasar
1945 sebagai landasan hukum pendidikan
sifatnya relatif tetap. Hal ini dimungkinkan karena UUD 1945 isinya ringkas sehingga sifatnya lugas.
Beberapa pasal melandasi
pendidikan, baik yang sifatnya eksplisit (Pasal 31 ayat (1) dan
(2); Pasal 32) maupun yang
implisit (Pasal 27 Ayat (1) dan (2); Pasal 34). Pasal-pasal tersebut yang sifatnya masih sangat global
dijabarkan lebih rinci ke dalam bentuk UU Pendidikan. Berdasarkan UU Pendidikan
inilah sistem pendidikan disusun dan dilaksanakan.
Tetapi kemajuan zaman menimbulkan kebutuhan-kebutuhan, baru, khususnya kebutuhan
akan penyempurnaan sistern pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru tersebut.
Jelasnya
sistem pendidikan perlu disempurnakan, dan tugas ini hanya
dapat dilakukan dengan mendasarkan diri pada Undang-undang Pendidikan.
Undang-Undang pendidikan No. 4 tahun 1950 yang kemudian dikukuhkan kembali
sebagai Undang-undang Pendidikan No. 12. Tahun 1954 setelah berlangsung 20
tahun atau sekitar empat pelita, muIai terasa kurang sesuai
lagi untuk digunakan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan. Namun demikian
setelah berlangsung 35 tahun, tepatnya bulan Mei 1989 barulah berhasil diterbitkan) Undang-Undang Pendidikan yang
baru yang dikenal dengan Undang-undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan
Nasional. dengan Undang-undang Pendidikan
No. 12 Tahun 1954 yang hanya mengatur
pendidikan persekolahan, dapat dikatakan bahwa UU
RI No. 2 Tahun
1989 itu telah mengalami penyempurnaan dalam banyak hal yaitu:
1)      Isi UU RI No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional lebih komprehensif.
2)      Sifat UU RI No. 2 tahun 1989 lebih fleksibel.
a)      Masih memberi peluang untuk dilengkapi dengan peraturan-peraturan
pemerintah dan keputusan menteri
b)      Adanya badan pertimbangan pendidikan nasional
c)      Adanya tanggung jawab antara pemerintah, masyarakat dan keluarga dalam
menjalankan pendidikan 
3)      Undang-undang 
RI No. 2 tahun 1989 tidak hanya bersifat mengatur tetapi juga memiliki kekuatan
hukum yang memaksa.
4)      UU RI No. 2 tahun 1989 lebih memperhatikan prospek masa depan.
d.     
Aspek Struktur
Aspek struktur
pengembangan sistem pendidikan berperan pada upaya pembenahan struktur
pendidikan yang mencakup jenjang dan jenis pendidikan, lama waktu belajar,
sebagai akibat dari pengembangan sosial dan politik. Sejak zaman penjajahan Belanda,
jenjang pendidikan formal terdiri atas jenjang pendidikan rendah, menengah, dan
pendidikan tinggi. Three Track System
yaitu pemilihan pendidikan untuk tiga macam golongan: untuk rakyat jelata
(bawahan), golongan atas pribumi yang disejajarkan dengan Belanda, dan golongan
bangsa luar (Belanda, Eropa, Negara Timur). Sesudah merdeka, jenis pendidikan
tingkat menengah, pendidikan tinggi dan pendidikan nonformal mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Penyebab pertama karena aspirasi pendidikan
orang tua dan angkatan muda semakin meningkat, kedua semakin berkembangnya
jenis pekerjaan di masyarakat, dan sejumlah diantaranya mengalami peningkatan
kualitas, dan menuntut syarat kerja yang lebih handal.
Perubahan struktur dalam sistem pendidikan kita dapat disebut, antara lain:
pendidikan guru yang disebut CVO (Cursus voor Volks-Onderwijs) dengan lama
studi 2 tahun sesudah sekolah rakyat (SR) 5 tahun, Normal School yang lama
studinya 4 tahun sesudah SR setara dengan SGB (Sekolah Guru Bawah). Hogere
Kweek School (HS) atau Hogere Inlandsche Kweek School (HIK) setara dengan SGA. Tahun
1990 SGA dihapus dan diganti dengan PGSD. 
Sedangkan untuk pengajar SLTP dan SLTA sejak tahun 1954 dipersiapkan PTPG (Perguduan Tinggi Pendidikan Guru) yang kemudian berubah menjadi FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Pada tahun 1970-an LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang belum lama studinya 5 tahun diredusir menjadi hanya 4 tahun dengan sebutan strata satu (S1). Serentak dengan itu lahirlah program S2 atau Magister dan S3 atau program Doktor pendidikan. Tahun 1980-an dibukalah program multi-exit entry system (program keluar masuk berkesinambungan) dalam bentuk diploma.
Sedangkan untuk pengajar SLTP dan SLTA sejak tahun 1954 dipersiapkan PTPG (Perguduan Tinggi Pendidikan Guru) yang kemudian berubah menjadi FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Pada tahun 1970-an LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang belum lama studinya 5 tahun diredusir menjadi hanya 4 tahun dengan sebutan strata satu (S1). Serentak dengan itu lahirlah program S2 atau Magister dan S3 atau program Doktor pendidikan. Tahun 1980-an dibukalah program multi-exit entry system (program keluar masuk berkesinambungan) dalam bentuk diploma.
            Terjadinya perubahan struktur dalam
sistem pendidikan kita dimulai pada masa penjajahan Belanda. Pendidikan guru
pada zaman Belanda hanya sampai pada tingkat kursus hoofdakte yaitu kursus B1 setara dengan sarjana muda yang ditempuh
selama 3 tahun dan kursus B2 setara dengan tingkat sarjana lengkap yang
ditempuh selama 2 tahun. Masa studi guru dipersingkat karena saat itu Indonesia
membutuhkan banyak pendidik.
e.      
Aspek Kurikulum
Kurikulum merupakan
saran pencapaian tujuan yang meliputi
materi, metodologi, pendekatan, orientasi.
Pada zaman Belanda kurikulum pada SR (Sekolah Rakyat) misalnya dikenal
dengan apa yang disebut 3R`s. Pada era orde lama materi pelajaran tujuh bahan
zaman orde lama dan pokok indoktrinasi menempati posisi penting dalam kurikulum,
terutama kurikulum pendidikan tinggi. Mulai tahun 1966, materi tujuh bahan
pokok ditiadakan dan materi Pendidikan Moral Pancasila menjadi materi pokok
dalam kurikulum pada semua jenjang pendidikan. Kurikulum pada pra-universitas
secara keseluruhan dibenahi sehingga lahir kurikulum 1968. Tetapi kurikulum ini
dianggap belum memberikan rambu-rambu yang jelas, baik orientasinya maupun
pendekatan kurikulumnya. Usaha penyempurnaan selanjutnya menghasilkan kurikulum
1975/1976 yang orientasi pada hasil dengan metode PPSI (Prosedur Kurikulum
Pengembangan Sistem Instruksional).
Upaya penyempurnaan kurikulum selanjutnya menghasilkan kurikulum 1984.
Model ini memadukan dua orientasi yaitu product oriented dengan process
oriented yang ditunjang dengan pendekatan CBSA. Tahun 1990 dilengkapi dengan
muatan lokal dalam kurikulumnya, yang berlatar belakang pada tuntutan sosial
kultural dari derap pembangunan. Kurikulum
dam sistem persekolahan di negara kita telah mengalami penyempurnaan-penyempurnaan
dalam perjalanannya sesuai dengan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya
di negara kita sesuai dengan hasil pendidikan yang ingin dicapai oleh negara
untuk kemajuan pembangunan bangsa.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Tir
 
No comments:
Post a Comment