Monday, 24 December 2012

makalah peserta didik




PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Pendidikan
yang dibina oleh Bapak Prih Hardinto/Sri Handayani



oleh:
M. Zainul Arifin                      (120431426456)









UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
September 2012

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan
Latar Belakang……………………………………………………….…....1
            Rumusan Masalah.…………………………………………………..…….1
BAB II Pembahasan
A.    Esensi Pendidikan dan Pembangunan Serta Titik Temunya…………2
B.     Sumbangan Pendidikan Pada Pembangunan…………….……………4
C.     Pembangunan Sistem Pendidikan Nasional..…………….……………6
BAB III Penutup
            Kesimpulan ………………………………………………….……………9
Daftar Pustaka…………………………………………………….……………..10





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkataa kualitas SDM. Oleh sebab itu, pendidikan juga merupakan alur tengah pembarngunan dari seluruh sektor pembangunan. Terdapat suatu kesan bahwa persepsi masyarakat umum teatang arti pembangunan lazimnya bersifat menjurus. Pembaugunan sermata-mata hanya beruang lingkup pembangunan material atau pernbangunan fisik berupa gedung, jembatan, pabrik, dan lain-lain. Padahal sukses tidaknya pembangunan fisik itu justru sangat ditentukan oleh keberhasilan di dalam pembangunan rohaniah/spiritual, yang secara bulat diartikan pembangunan manusia, dan yang terakhir ini menjadi tugas utama pendidikan.
Persepsi yang keliru tentang arti pembangunan, yang menganggap bahwa pembangunan itu hanya semata-mata pembangunan material dapat berdampak menghambat pembangunan sistern pendidikan, karena pembangunan itu semestinya bersifat komprehensif yaitu mencakup pembangunan manusia dan lingkungannya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa esensi pendidikan dan pembangunan serta titik temu antara keduanya?
2.      Apa saja sumbangan pendidikan pada pembangunan?
3.      Bagaimana pembangunan Sistem Pendidikan Nasional?

4.       
BAB II
PEMBAHASAN


A.    Esensi Pendidikan dan Pembangunan Serta Titik Temunya
Menurut paham umum kata "pembangunan" lazimnya diaso­siasikan dengan pembangunan ekonomi dan industri yang selanjutnya diasosiasikan dengan dibangunnya pabrik-pabrik, jalanan, jembatan sampai kepada pelabuhan, alat-alat transporasi, komunikasi, dan sejenisnya. Sedangkan hal yang mengenai sumber daya manusia tidak secara langsung terlihat sebagai sasaran pembicaraan. Padahal banyak bukti yang dialami oleh banyak negara menunjukkan bahwa kemajuan di bidang ekonorni dan industri yang ditandai oleh kenaikan GNP, lalu kenaikan volume ekspor dan impor sebagai indikatornya, ternyata tidak otomatis rnembawa kesejahteraan masyarakatnya. Kondisi demi­kian justru menimbulkan gejala penyerta yang negatif, antara lain: kegoncangan sosial politik, karena kesengsaraan masyarakat, seperti dialami oleh Negara Pakistan akhir-akhir ini; meningkatnya angka pengangguran dan kemelaratan seperti dialami oleh Negara Malaysia.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa pembangunan dalam arti yang terbatas pada bidang ekonomi dan industri saja be­lumlah menggambarkan esensi yang sebenarnya dari pembangunan, jika kegiatan-kegiatan tersebut belum dapat rnengatasi masalah yang ha­kiki yaitu terpenuhinya hajat hidup dari rakyat banyak material dan spiritual. Bukankah kenyataan menunjukkan bahwa banyak orang yang ­secara material cukup mampu, tetapi secara spiritual menanggung banyak masalah.
Di sini terlihat, bahwa esensi pembangunan bertumpu dari manusianya, bukan pada lingkungannya seperti perkembangan ekonomi sebagaimana telah dikemukakan. Pembangunan berorientasi pada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Pembangunan yang demikian dikatakan bertumpu dan bertolak pada manusia karena hanya pembangunan yang terarah kepada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang dapat meningkatkan martabatnya sebagai manusia. Peningkatan martabat manusia selaku manusia yang menjadi tujuan final dari pernbangunan.
Seperti yang dinyatakan dalam GBHN, hakikat pembangunan nasional adalah pemhangunan manusia Indonesia. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa yang menjadi tujuan akhir pembangunan adalah manusianya, yaitu dapat dipenuhnya  hajat hidup, jasmani dan rohani. sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk religius agar dengan demikian dapat rneningkatkan martabatnya selaku makhluk.
Jika pembangunan bertolak dari sifat hakikat manusia, ber­orientasi kepada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kodrat­nya sebagai manusia maka dalam ruang gerak pembangunan, manusia dapat dipandang sebagai "objek" dan sekaligus juga sebagai "subjek" pembangunan. Sebagai objek pembangunan manusia dipandang sebagai sasaran yang dibangun. Dalam hal ini pembangunan melipui ikhtiar ke dalam diri manusia, berupa pembinaan pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani yang meliputi kemampuan penalaran, sikap diri, sikap sosial, dan sikap terhadap lingkungannya, tekad hidup yang positif, serta keterampilan kerja. lkhtiar ini disebut pendidikan.
Manusia sebagai sasaran pembangunan (pendidikan), wujudnya diubah dari keadaan yang masih bersifat “potensial” ke keadaan “aktual”. Potensi-potensi kebaikan yang perlu dikembangkan aktualisasinya seperti kemampuan berusaha, kemampuan bekerjasama, rasa bebas yang bertanggung jawab, dan seterusnya.
Jika seandainya manusia dapat hidup hanya dengan bekal naluri maka tidak ada bedanya manusia dengan hewan. Justru adanya “nurani” menjadi kriterium pembeda yang principal antara manusia dengan hewan. Disini jelas bahwa peranan pendidikan memungkinkan berubahnya potensi manusia menjadi aksidensi dari naluri menjadi nurani, sehingga manusia menjadi sumber daya atau modal utama pembangunan yang manusiawi.
Manusia dipandang sebagai "subjek" pembangunan karena ia dengan segenap kemampuannya menggarap lingkungannya secara dinamis dan kreatif, balk terhadap sarana lingkungan alam maupun lingkungan sosial/spiritual. Perekayasaan terhadap lingkungan ini lazim disebut pembangunan.
Jika pendidikan dan pembangunan dilihat sebagai suatu garis proses, maka keduanya merupakan suatu garis yang terletak kontinu yang saling mengisi. Proses pendidikan pada satu garis menempatkan manusia sebagai titik awal, karena pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan, vaitu pembangunan yang dapat memenuhi hajat hidup masyarakat luas serta mengangkat martabat manusia sebagai makhluk. Bahwa hasil pendidikan itu menunjang pembangunan, juga dapat dilihat korelasinva dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi peserta didik yang mcngalami pendidikan.
Jadi pendidikan mengarah ke dalam diri manusia, sedang pembangunan mengarah ke luar yaitu ke lingkungan sekitar manusia. Uraian di atas menunjukkan “status” pendidikan dan pembangunan masing-masing dalam esensi pembangunan serta antar keduanya.
1.      Pendidikan merupakan usaha ke dalam diri manusia sedangkan pembangunan merupakan usaha ke luar dari diri manusia.
2.      Pendidikan menghasilkan sumber daya tenaga yang menunjang pembangunan dan hasil pembangunan dapat menunjang pendidikan (pembinaan, penyediaan sarana, dan seterusnya).

B.     Sumbangan Pendidikan Pada Pembangunan
Pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaanya. Pendidikan sebagai upaya yang bulat dan menyeluruh hasilnya tidak segera dapat dilihat. Ada jarak penantian yang cukup panjang antara dimulainya proses usaha dengan tercapainya hasil.
Namun demikian jika ditilik secara saksama tidaklah dapat dipungkiri bahwa andil yang diberikan oleh pendidikan pada pembangunan sungguh-­sungguh sangat besar. Jika pembangunan dipandang sebagai sistem makro ­maka pendidikan merupakan sebuah komponen atau bagian dari pembangunan.
Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilhat pada beberapa segi yaitu:
1. Segi Sasaran Pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Jadi tujuan citra manusia pendidikan adalah terwujudnya citra manusia yang dapat menjadi sumber daya pembangunan yang manusiawi.
Pendidikan memandang bahwa anak didik memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a.       individualitas
b.      sosialitas
c.       moralitas
d.      unisitas
Apabila terjadi pengingkaran satu saja dari keempat komponen tesebut, maka pendidikan akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaanya. Melihat hal tersebut maka pancasila diangkat oleh bangsa Indonesia sebagai dasar  pendidikan. Hal ini berarti pancasila itu akan mendasari dan menjiwai semua komponen-komponen dan aktivitas-aktivitas pendidik di Indonesia secara keseluruhan.
2. Segi Lingkungan Pendidikan
Klasifikasi ini menunjukkan peran pendidikan dalam berbagai lingkungan atau sistem. Lingkungan keluarga (pendidikan informal), lingkungan sekolah (pendidikan formal), lingkungan masyarakat (pendidikan nonformal), ataupun dalam sistem pendidikan pra-jabatan dan dalam jabatan.
a.       Lingkungan Keluarga (informal)
Pendidikan informal yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman pribadi sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan  ini berlangsung dalam keluarga. Orang tua secara langsung memikul tugas sebagai pendidik, baik bersifat sebagai pemelihara, pengasuh, pembimbing, pembina maupun sebagai guru dan pemimpin terhadap anak-anaknya. Pendidikan informal ini tetap memberikan pengaruh kuat terhadap pembentukan pribadi seseorang. Dalam lingkungan keluarga anak dilatih berbagai hal yang berhubungan dengan kecekatan, kesopanan dan moral. Jelaslah bahwa keluarga itu merupakan institusi pertama di mana kepribadian sifat-sifat anak bertumbuh dan terbentuk.
b.      Lingkungan Sekolah  (formal)
Pendidikan formal yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Maka disamping keluarga, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk membentuk kepribadian dan jiwa anak. Dengan sekolah pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai bidang dan bakat anak didik yang berguna bagi dirinya, orang lain, nusa dan bangsanya. Semakin jelas bahwa fungsi sekolah sebagai alam pendididikan kedua setelah keluarga.
c.       Lingkungan Masyarakat (non formal)
Pendidikan formal yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Di lingkungan masyarakat peseta didik memperoleh bekal praktis untuk berbagai jenis pekerjaan, khususnya bagi mereka yang tidak sempat melanjutkan belajarnya melalui jalur formal. Sistem pendidikan non formal mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini berkaitan erat dengan semakin berkembangnya sektor swasta yang yang menunjang pembangunan. Di sisi lain mempunyai arti memiliki nilai positif karena dapat  mengkompensasikan keterbatasan lapangan kerja formal di lembaga-lembaga pemerintah.
3. Segi Jenjang Pendidikan
            Jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah (SM) dan pendidikan tinggi (PT) memberikan bekal kepada para peserta didik secara bersinambungan. Pendidikan dasar merupakan basic education yang memeberikan bekal dasar bagi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Artinya pendidikan tinggi berkualitas, dicapai jika pendidikan menengahnya berkualitas dan pendidikan menengahnya berkualias.jika pendidikan dasar berkualitas juga.
            Dengan basic education pada pendidikan dasar juga diartikan bahwa pendidikan dasar memberikan bekala dasar kepada warga negara yang tidak sempat melanjutkan pendidikan untuk dapa melibatkan diri ke dalam gerak pembangunan. Pendidikan pada tingkat menengah memberikan dua macam bekal yaitu membekali peserta didik yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi (SMA) dan bekal kerja bagi peserta didik yang tidak melanjutkan sekolah sedangkan pendidikan tinggi (PT) memberikan kerja keahlian menurut bidang tertentu.
4. Segi Pembidangan Kerja dan Sektor Kehidupan
            Pembidangan kerja menurut sektor kehidupan antara lain meliputi bidang ekonomi, hukum, sosial, politik, kuangan, perhubungan dan komunikasi, pertanian, pertambangan dan pertahanan dan lain lain. Pembangunan sektor kehidupan dapat diarikan sebagai aktivitas, pembinaan, pengembangan dan pengisian bidang-bidang kerja tersebut agar dapat memenuhi hidup warga negara sehingga tetap jaya dalam kehidupan antara bangsa-bangsa di dunia.
            Uraian tentang sumbangan pendidikan pada pembangunan seperti dikemukakan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Pada langkah pertama, pendidikan menyiapkan manusia sebagai sumber daya pembangunan kemudian manusia tersebut mendapat tugas untuk membangun lingkungannya.
b.      Pada instansi terakhir, manusia menjadi kunci kesuksesan pembangunan. Sukses tidaknya suatu pembangunan sangat tergantng pada manusianya.
c.       Pendidik memegang peranan penting karena merekalah yang menciptakan manusia pencipta pembangunan.

C.    Pembangunan Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan di Indonesia, selalu diperbarui sesuai dengan perkembangan zaman, jenis masyarakat, dan kebutuhan pembangunan.
1.      Perlunya Pembangunan Sistem Pendidik
Setiap pendidikan selalu berurusan dengan manusia karena hanya manusia yang dapat dididik dan harus selalu dididik (dcmikian menurut Langeveld). Bayi hanya akan menjadi manusia jika melalui pendidikan. Sedangkan manusia adalah satu-satunya makhluk yang dikarunia potensi untuk selalu menyempurnakan diri. Suatu hal yang logis jika sistem pendidikan yang menjadi sarana bagi manusia untuk mengantarkan dirinya menuju kepada kesempurnaan itu, juga perlu disempurnakan lagi. Selain itu, pengalaman manusia yang berkembang merupakan penyebab pentingnya sistem pendidikan sebagai sarana yang menghantar manusia untuk menemukan jawaban atas teka-teki mengenai dirinya, juga selalu disempurnakan.
Selanjutnya persoalan pendidikan juga dapat dilihat sebagai persoalan nasional karena pendidikan berhubungan dengan masa depan bangsa. Jika masyarakat Indonesia (menurut rencana pembangunan) pada Pelita VI  berubah dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, tentunya pola pikir dan perilaku yang dilandasi oleh situasi dan kondisi agraris harus berubah ke arah situasi dan kondisi di mana manusia disibukkan dengan kegiatan industri.
Kriteria "kualitas manusia" tentu berubah sesuai dengan tuntutan masyarakat yang berkembang. Misalnya soal pendidikan dasar minimal bagi warga negara berubah dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Penghargaan  masyarakat terhadap waktu juga berubah, dan seterusnya.
Untuk dapat menyongsong suasana hidup yang diperlukan itu sistem pendidikan harus herubah. Jika tidak, maka pendidikan sebagai on agent of social change (agen perubahan sosial) tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Strukturnya, kurikulumnya, pengelolaannya, tenaga kependidikannya mau tidak mau harus disesuaikan dengan tuntutan baru tersebut.

2. Wujud Pembangunan Sistem Pendidikan
Secara makro, sistem pendidikan meliputi banyak aspek yang satu sama lain berkaitan erat, yaitu:
a.    Hubungan AntarAspek-Aspek
Aspek filosofis, keilmuan, dan yuridis menjadi landasan bagi butir-butir yang lain, karena memberikan arah serta mewadahi butir-butir yang lain. Artinya, struktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain yang lain itu harus mengacu kepada aspek filosofis, aspek keilmuan, dan aspek yuridis. Oleh karena itu, perubahan apa pun yang terjadi pada struktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain tersebut harus tetap berada di dalam wadah filosofis dan yuridis.
Meskipun aspek filosofis itu menjadi landasan tetapi tidak, harus diartikan bahwa setiap terjadi perubahan filosofis dan yuridis harus diikuti dengan perubahan aspek-aspek yang lain itu secara total. Contohnya Undang-Undang Pendidikan No 12 Tahun 1954 diubah menjadi Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistern Pendidikan Nasional, tetapi struktur pendidikan tetap saja seperti yang lalu yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Hal yang sama tetap berlangsung meskipun falsafah pendidikan zaman penjajahan berubah sejak mulai kita merdeka dengan falsafah Pancasila.

b.    Aspek Filosofis Keilmuan
Aspek filosofis berupa penggarapan tujuan nasional pendidikan. Rumusan tujuan nasional yang tentunya memberikan peluang bagi pengembangan sifat hakikat manusia yang bersifat kodrati yang berani pula bersifat wajar. Bagi kita pengembangan sifat kodrati manusia itu paralel dengan jiwa Pancasila. Filsafat Pancasila ini menggantikan secara total filsafah pendidikan penjajah. Penjajah memfungsikan pendidikan sebagai sarana untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil tetapi bersifat bergantung dan loyal kepada pemerintah. Iklim pendidikan seperti itu jelas berbeda dengan sistem pendidikan dari bangsa yang merdeka, yang arah dan tujuannya ialah mewujudkan agar manusia-manusia yang cakap dan terampil, bersifat dinamis, kreatif, dan inovatif serta mandiri. tetapi penuh tenggang rasa.
Segi keilmuan juga memberikan sumbangan penting terhadap sistem pendidikan dalam usaha mencapai tujuan yang telah dirumuskan oleh filsafat itu, sistem pendidikan memerlukan tunjangan dari teori keilmuan.
Jika struktur pendidikan dan kurikulum diubah dengan maksud agar lebih berdaya guna untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu ditopang dengan teori-teori yang andal. Pendidikan yang sehat harus merupakan titik temu antara "teori" dengan "praktek", demikian kata J.H. Gunning. Teori tanpa praktek hanya cocok bagi orang-orang pintar, sedangkan praktek tanpa teori hanya terdapat pada orang gila. (M.J. Langeveld 1965:18)
c.       Aspek Yuridis atau Perundang Undangan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan hukum pendidikan sifatnya relatif tetap. Hal ini dimungkinkan karena UUD 1945 isinya ringkas sehingga sifatnya lugas. Beberapa pasal melandasi pendidikan, baik yang sifatnya eksplisit (Pasal 31 ayat (1) dan (2); Pasal 32) maupun yang implisit (Pasal 27 Ayat (1) dan (2); Pasal 34). Pasal-pasal tersebut yang sifatnya masih sangat global dijabarkan lebih rinci ke dalam bentuk UU Pendidikan. Berdasarkan UU Pendidikan inilah sistem pendidikan disusun dan dilaksanakan.
Tetapi kemajuan zaman menimbulkan kebutuhan-kebutuhan, baru, khususnya kebutuhan akan penyempurnaan sistern pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru tersebut. Jelasnya sistem pendidikan perlu disempurnakan, dan tugas ini hanya dapat dilakukan dengan mendasarkan diri pada Undang-undang Pendidikan.
Undang-Undang pendidikan No. 4 tahun 1950 yang kemudian dikukuhkan kembali sebagai Undang-undang Pendidikan No. 12. Tahun 1954 setelah berlangsung 20 tahun atau sekitar empat pelita, muIai terasa kurang sesuai lagi untuk digunakan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan. Namun demikian setelah berlangsung 35 tahun, tepatnya bulan Mei 1989 barulah berhasil diterbitkan) Undang-Undang Pendidikan yang baru yang dikenal dengan Undang-undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. dengan Undang-undang Pendidikan No. 12 Tahun 1954 yang hanya mengatur pendidikan persekolahan, dapat dikatakan bahwa UU RI No. 2 Tahun 1989 itu telah mengalami penyempurnaan dalam banyak hal yaitu:
1)      Isi UU RI No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional lebih komprehensif.
2)      Sifat UU RI No. 2 tahun 1989 lebih fleksibel.
a)      Masih memberi peluang untuk dilengkapi dengan peraturan-peraturan pemerintah dan keputusan menteri
b)      Adanya badan pertimbangan pendidikan nasional
c)      Adanya tanggung jawab antara pemerintah, masyarakat dan keluarga dalam menjalankan pendidikan
3)      Undang-undang  RI No. 2 tahun 1989 tidak hanya bersifat mengatur tetapi juga memiliki kekuatan hukum yang memaksa.
4)      UU RI No. 2 tahun 1989 lebih memperhatikan prospek masa depan.
d.      Aspek Struktur
Aspek struktur pengembangan sistem pendidikan berperan pada upaya pembenahan struktur pendidikan yang mencakup jenjang dan jenis pendidikan, lama waktu belajar, sebagai akibat dari pengembangan sosial dan politik. Sejak zaman penjajahan Belanda, jenjang pendidikan formal terdiri atas jenjang pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan tinggi. Three Track System yaitu pemilihan pendidikan untuk tiga macam golongan: untuk rakyat jelata (bawahan), golongan atas pribumi yang disejajarkan dengan Belanda, dan golongan bangsa luar (Belanda, Eropa, Negara Timur). Sesudah merdeka, jenis pendidikan tingkat menengah, pendidikan tinggi dan pendidikan nonformal mengalami perkembangan yang sangat pesat. Penyebab pertama karena aspirasi pendidikan orang tua dan angkatan muda semakin meningkat, kedua semakin berkembangnya jenis pekerjaan di masyarakat, dan sejumlah diantaranya mengalami peningkatan kualitas, dan menuntut syarat kerja yang lebih handal.
Perubahan struktur dalam sistem pendidikan kita dapat disebut, antara lain: pendidikan guru yang disebut CVO (Cursus voor Volks-Onderwijs) dengan lama studi 2 tahun sesudah sekolah rakyat (SR) 5 tahun, Normal School yang lama studinya 4 tahun sesudah SR setara dengan SGB (Sekolah Guru Bawah). Hogere Kweek School (HS) atau Hogere Inlandsche Kweek School (HIK) setara dengan SGA. Tahun 1990 SGA dihapus dan diganti dengan PGSD.
Sedangkan untuk pengajar SLTP dan SLTA sejak tahun 1954 dipersiapkan PTPG (Perguduan Tinggi Pendidikan Guru) yang kemudian berubah menjadi FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Pada tahun 1970-an LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang belum lama studinya 5 tahun diredusir menjadi hanya 4 tahun dengan sebutan strata satu (S1). Serentak dengan itu lahirlah program S2 atau Magister dan S3 atau program Doktor pendidikan. Tahun 1980-an dibukalah program multi-exit entry system (program keluar masuk berkesinambungan) dalam bentuk diploma.
            Terjadinya perubahan struktur dalam sistem pendidikan kita dimulai pada masa penjajahan Belanda. Pendidikan guru pada zaman Belanda hanya sampai pada tingkat kursus hoofdakte yaitu kursus B1 setara dengan sarjana muda yang ditempuh selama 3 tahun dan kursus B2 setara dengan tingkat sarjana lengkap yang ditempuh selama 2 tahun. Masa studi guru dipersingkat karena saat itu Indonesia membutuhkan banyak pendidik.
e.       Aspek Kurikulum
Kurikulum merupakan saran pencapaian tujuan yang meliputi materi, metodologi, pendekatan, orientasi. Pada zaman Belanda kurikulum pada SR (Sekolah Rakyat) misalnya dikenal dengan apa yang disebut 3R`s. Pada era orde lama materi pelajaran tujuh bahan zaman orde lama dan pokok indoktrinasi menempati posisi penting dalam kurikulum, terutama kurikulum pendidikan tinggi. Mulai tahun 1966, materi tujuh bahan pokok ditiadakan dan materi Pendidikan Moral Pancasila menjadi materi pokok dalam kurikulum pada semua jenjang pendidikan. Kurikulum pada pra-universitas secara keseluruhan dibenahi sehingga lahir kurikulum 1968. Tetapi kurikulum ini dianggap belum memberikan rambu-rambu yang jelas, baik orientasinya maupun pendekatan kurikulumnya. Usaha penyempurnaan selanjutnya menghasilkan kurikulum 1975/1976 yang orientasi pada hasil dengan metode PPSI (Prosedur Kurikulum Pengembangan Sistem Instruksional).
Upaya penyempurnaan kurikulum selanjutnya menghasilkan kurikulum 1984. Model ini memadukan dua orientasi yaitu product oriented dengan process oriented yang ditunjang dengan pendekatan CBSA. Tahun 1990 dilengkapi dengan muatan lokal dalam kurikulumnya, yang berlatar belakang pada tuntutan sosial kultural dari derap pembangunan. Kurikulum dam sistem persekolahan di negara kita telah mengalami penyempurnaan-penyempurnaan dalam perjalanannya sesuai dengan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya di negara kita sesuai dengan hasil pendidikan yang ingin dicapai oleh negara untuk kemajuan pembangunan bangsa.


BAB III
PENUTUP


Kesimpulan




DAFTAR PUSTAKA

Tir

No comments:

Post a Comment